Sering muncul pertanyaan: 
“Mengapa membedakan lawak dengan stand-up comedy? Apa karena gengsi?”
Karena memang berbeda dari kedalaman makna. Komedi tunggal (padanan untuk stand-up comedy, atau disingkat komtung) merupakan sebuah format pertunjukan lawak yang memiliki sejumlah konvensi atau pakem tersendiri. 
Pertanyaan di atas sama dengan, “Kenapa membedakan fiksi dengan novel?”
Novel memang karya fiksi, tapi tidak semua karya fiksi itu novel. Komtung memang pertunjukan lawak. Tapi tidak semua pertunjukan lawak itu komtung. 
Di Indonesia, sebagai contoh, ada format lawak Mataraman (atau Dagelan Mataram) yang dipopulerkan almarhum Basiyo (meninggal tahun 1984).
Pertanyaan berikut: “Lantas kenapa pelaku komtung disebut comic? Nggak mau disebut pelawak?”
Sekali lagi: comic dan pelawak itu istilah dengan kedalaman makna berbeda. Yang pertama khusus, yang kedua umum. Analoginya seperti novelis dan penulis. Sah saja menyebut seorang novelis sebagai penulis. Namun, tidak semua penulis adalah novelis. Ada juga cerpenis, kolomnis, dan sebagainya.

Jadi silakan menyebut seorang comic sebagai pelawak. Tapi tidak semua pelawak adalah seorang comic. Di sisi lain, istilah lawak sendiri sudah mengalami penyempitan makna karena terlalu sering dikaitkan dengan format yang populer di Indonesia. Jadi, penggunaan istilah pelawak untuk mengacu seorang comic bisa jadi memberikan persepsi yang keliru. Bukannya tidak mau. Hanya berpotensi menyesatkan.

Pertanyaan terakhir: “Kalau begitu, sudah adakah istilah Indonesia untuk menyebut seorang comic atau stand-up comedian?”
Sayangnya, belum. Kalau ada usul, silakan. Salah satu alternatif adalah Komika. Tapi istilah itu banyak menerima penolakan, haha. Padahal salah satu syarat diterimanya sebuah istilah baru adalah penggunaannya secara meluas.


Ditulis oleh Isman H. Suryaman, artikel asli ada Bertanya atau Mati - Komtung 101: Antara Lawak dan Stand-up Comedy


LPM = Laugh Per Minute, satuan pengukur kadar kelucuan satu set seorang comic. 

Gimana cara hitungnya? 
Hitung total tertawa penonton saat kita bawa materi, dibagi total menit set. Dapatlah rata-rata ketawa per menit.

Nah, berapa LPM komedi tunggal sebaiknya?
Menurut banyak praktisi, untuk satu set komtung, minimal 4-6 LPM. Dengan kata lain...
...kalau penonton gak ketawa minimal 4 kali dalam satu menit, menit berikutnya mesti lebih banyak. Nah, mari cek materi kita.

Kalau di atas kertas aja set kita nggak sampai 4 LPM, revisi dan revisi terus. Karena nanti saat dijajal apa lagi, bisa meleset. 
Salah satu cara memadatkan LPM set: menambahkan halfway punchlines. Lelucon-lelucon kecil saat kita sedang bawakan setup. Bisa juga menggunakan dua teman yang sudah pernah disebut : tag dan call back. Mesti baik-baik ama dua ini. Sobat karib kalau bisa.

Karena tag membuat kita hemat waktu dengan tidak membuat setup baru. Langsung sambung punchline dengan punchline.
Dan callback bisa digunakan untuk menambahkan ketawa di atas ketawa. Jadi intens. Tawa biasa jadi diiringi tepuk tangan, misalnya.

Tag : punchline lanjutan dari sebuah punchline. Jadi gak ngulang dari setup lagi
Call back : acuan balik ke punchline terdahulu.
Contoh Call back : Setup -> "[Susah] ngadepin cewek ngambek di mobil..."

Punchline: "Menghadapi [cewek yang ngambek] cuman ada satu cara: [pura-pura] mati." Di beberapa joke berikut, dia call back, "Mati!" seperti ini :
Susah ngadepin cewek ngambek di mobil.
Menghadapi [cewek yang ngambek] cuman ada satu cara yaitu [pura-pura] mati.
Beruntung klo ceweknya yang nyetir.. kalo cowonya yang nyetir yang ada mati beneran

Penggunaan tag dan call back yang efektif membuat materi jadi lebih padat kelucuannya. Asal jangan berlebihan, tentunya.

Buat teman-teman yang mau ikutan open mic: ingat bahwa stand up comedy itu adalah suatu format - ada bagan-bagannya.Bukan berarti harus taat mati, tapi kenali dulu pakemnya. Baru bisa bereksperimen. Sebagai contoh: pakem materi adalah tau setup dan punchline nya

Setup adalah premis, suatu pernyataan sikap yang gak lucu. Tapi merupakan dasar untuk selanjutnya: punchline yaitu pernyataan sikap yang bikin lucu.

Kata kunci di sini "sikap". Inggrisnya: "attitude". Kalau cuman pernyataan tanpa sikap, jadinya datar. Tambahkan sikap, jadi menarik.

Menurut Judy Carter, sikap terhadap sesuatu bisa dikategorikan empat: 
  1. aneh (weird)
  2. ngeri (scary)
  3. susah (hard)
  4. bodoh (stupid)

Sikap ini  bisa eksplisit dan Implisit

Eksplisit (benar-benar disebutkan)
contoh:
"Nama-nama band sekarang aneh-aneh!" --@RadityaDika

Implisit (masih tentang aneh, tapi tidak disebutkan).
Contoh:
"Kenapa golf termasuk olahraga?" --@ismanhs
"Kenapa toilet ada penjaganya?" --@ernestprakasa

Jadi, ketimbang langsung berusaha cari kalimat lucu, saat menulis materi : mulailah dari premis dulu tentang topik yang mau kita omongkan.Baru dari premis tersebut kita lanjutkan dengan punchline : Dan Punchline ini adalah bagian yang harus lucu. Kalau gak lucu, tulis ulang!

Sering kali apa yang kita rasa sudah lucu di atas kertas ternyata saat dijajal di atas panggung, gak lucu. Nge-bomb : Itulah guna open mic.